Bima Sakti
Bima Sakti
Democritus (450–370 SM) mengemukakan bahwa pita kabut putih di langit malam hari yang dikenal sebagai Bima Sakti kemungkinan terdiri dari bintang-bintang yang sangat jauh jaraknya.[16] Namun Aristoteles (384–322 SM), memercayai bahwa pita tersebut disebabkan oleh "kobaran hembusan napas yang menyala-nyala dari banyak bintang besar yang berjarak dekat satu sama lain" dan bahwa "kobaran ini terjadi di bagian atas atmosfer, yaitu di wilayah dunia yang selalu diisi dengan gerakan surgawi."[17] Filsuf neoplatonis Olympiodorus Junior (± 495–570) kritis terhadap pandangan ini secara ilmiah, beralasan bahwa jika memang benar Bima Sakti berada di wilayah sublunar (terletak antara bumi dan bulan), maka harusnya ia terlihat berbeda pada waktu dan tempat yang berbeda di bumi, dan ia seharusnya memiliki paralaks, yang ternyata tidak. Dalam pandangannya, Bima Sakti terletak jauh di angkasa. Pendapat ini akan sangat berpengaruh nantinya di dalam dunia Islam.[18]
Menurut Mohani Muhammad, astronom Arab Ibnu Haitham (965–1037) adalah orang yang melakukan usaha-usaha pertama dalam mengamati dan mengukur paralaks Bima Sakti,[19] dan ia menjadi "berkeyakinan kuat bahwa karena Bima Sakti tidak memiliki paralaks, pastilah jaraknya sangat jauh dari bumi dan bukannya berada dalam atmosfer."[20] Astronom Persia Al-Biruni (973–1048) mengemukakan bahwa Bima Sakti merupakan "kumpulan yang tak terhitung jumlahnya dari bagian-bagian yang bersifat seperti bintang nebula."[21][22] Astronom Andalusia Ibnu Bajjah (dikenal di barat dengan nama latin "Avempace", meninggal 1138) mengemukakan bahwa Bima Sakti dibentuk oleh banyak bintang yang saling hampir bersentuhan satu dengan yang lain sehingga tampak menjadi seperti gambar sinambung akibat pengaruh pembiasan dari material sublunar,[17][23] mengutip hasil pengamatannya terhadap konjungsi antara Jupiter dan Mars sebagai bukti bahwa hal tersebut dapat terjadi jika dua objek saling berdekatan.[17] Pada abad ke-14, ilmuwan kelahiran Suriah Ibnu Qayyim, mengemukakan bahwa Bima Sakti merupakan "bintang-bintang kecil yang tak terhitung jumlahnya saling berdesakan dalam alam bintang-bintang tetap".[24]Bukti nyata bahwa Bima Sakti terdiri atas banyak bintang, datang pada tahun 1610 ketika astronom Italia Galileo Galilei menggunakan sebuah teleskop untuk mempelajari Bima Sakti dan menemukan bahwa Bima Sakti tersusun atas bintang-bintang redup dalam jumlah yang luar biasa banyaknya.[25] Pada tahun 1750 astronom Inggris Thomas Wright, dalam bukunya An original theory or new hypothesis of the Universe (Teori asli atau hipotesis baru tentang Alam Semesta), berspekulasi (namun benar) bahwa Bima Sakti kemungkinan adalah sebuah badan berputar dari bintang-bintang dalam jumlah besar yang diikat oleh gaya gravitasi, serupa dengan tata surya namun dalam skala yang jauh lebih besar. Piringan bintang yang dihasilkan dapat terlihat sebagai pita di langit dari sudut pandang kita dalam piringan tersebut.[26] Dalam risalah pada tahun 1755, Immanuel Kant mengembangkan ide Wright tentang struktur Bima Sakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar